Total Jendela Terbuka

Minggu, 14 September 2014

Jendela Informasi



Potensi Ubi Hutan sebagai Alternatif Industrialisasi dan Ketahanan Pangan Lokal


Masyarakat Sulawesi Tenggara, khususnya yang berada di daerah Sultra Kepulauan tentu tidak merasa asing dengan buah Kolope. Tanaman yang dikenal di Indonesia sebagai tanaman Ubi Hutan atau Gadung (Dioscorea hispida Dennst., suku gadung-gadungan atau Dioscoreaceae) tergolong tanaman umbi-umbian yang cukup populer walaupun kurang mendapat perhatian. Ubi hutan menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya (Wikipedia, 2013).

Tanaman ini tumbuh liar di hutan-hutan. Selama masa pertumbuhan tidak membutuhkan perawatan atau penanganan khusus. Biasanya masyarakat yang mengkosumsinya melakukan pengolahan terhadap ubi hutan di saat musim kemarau panjang. Ketika kemarau datang, masyarakat pergi ke hutan mencari ubi hutan dan kemudian mengolahnya menjadi bahan makanan (Aman, 2007). Meskipun demikian, terdapat pula masyarakat yang masih menganggap tanaman ini sebagai makanan khas yang layak dicicipi meskipun tidak mengalami kemarau panjang ataupun krisis pangan. Uniknya, pengolahan yang baik terhadap ubi hutan dapat membuatnya bertahan hingga dapat dikonsumsi lagi pada tahun berikutnya. Sehingga tanaman ini menjadi sangat berpotensi sebagai alternatif ketahanan pangan nasional.

Berbagai kelompok masyarakat di Sulawesi Tenggara mengolah ubi hutan dengan cara yang berbeda. Di Kabupaten Muna, setelah ubi hutan diiris tipis dan dijemur dalam beberapa hari hingga kering seperti kerupuk, selanjutnya dilakukan perendaman dalam air garam (air laut) (Aman 2007). Pada daerah Bau-Bau khususnya di pedesaan, Kolope (ubi hutan) yang telah diiris dan dijemur hingga kering diaduk dalam wadah yang berisi air laut selama setengah hari. Setelah itu, ubi hutan ditiriskan dan dikeringkan secara sederhana dengan bantuan angin. Sedangkan di Kabupaten Konawe Selatan, ubi hutan yang dikenal dengan sebutan O Wikoro diolah dengan menaruh ubi hutan yang telah dikupas ke dalam jaring yang dikaitkan pada sebuah sungai yang mengalir selama seharian. Kemudian hasilnya diiris tipis-tipis lalu dikeringkan dengan bantuan matahari.

Namun, hasil survey penelitian diperoleh bahwa perendaman memiliki tujuan yang sama, yaitu mengurangi kadar racun dalam ubi hutan (Aman, 2007). Kadar racun yang dimaksud adalah zat  toksik yang dapat terhidrolisis sehingga terbentuk asam sianida (HCN). Efek terbentuknya HCN yang di rasakan apabila kita memakan ubi hutan yang tidak sesuai dengan anjuran yaitu tidak nyaman ditengorokan, diikuti pusing, muntah darah, rasa tercekik, mengantuk dan kelelahan (Deptan, 2013). Bahkan dalam jumlah yang sangat besar dapat menyebabkan kematian.

Tantangan inilah yang selama ini menyebabkan kurangnya ketertarikan masyarakat terhadap potensi ubi hutan. Padahal selain jumlahnya yang mudah ditemui di hutan secara liar, pengelolaannya pada masyarakat sungguh beragam. Tidak hanya sebatas pada makanan pokok saja, tetapi juga dapat diolah dalam bentuk makanan khas daerah, kripik instan berbagai rasa, dan berbagai pangan inovasi lainnya. Jika pemerintah mampu mengembangkan jenis tanaman ini, tentu akan menjadi ikon daerah yang akan menjadi alternatif industrilisasi pangan lokal.

Oleh : Maulana Jayadin, Universitas Haluoleo

Sumber:

Aman, La Ode. 2007. Efektifitas Penjemuran Dan Perendaman Dalam Air Tawar Untuk Menurunkan Kandungan Toksik HCN Ubi Hutan (Dioscorea Hispida Dennst). UNG: Gorontalo. Diakses dari: http://ejurnal.fikk.ung.ac.id/index.php/NJ/article/download/42/13.

Departemen Pertanian. 2013. Manfaat Umbi Gadung Sebagai Pangan Alternatif, Pestisida Nabati Dan Pupuk Organik Cair. Diakses dari: http://cybex.deptan.go.id/lokalita/ manfaat-umbi-gadung-sebagai-pangan-alternatif-pestisida-nabati-dan-pupuk-organik-cair.

Wikipedia. 2013. Diakses dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Gadung.

Sumber Link:
http://beranda.miti.or.id/potensi-ubi-hutan-sebagai-alternatif-industrialisasi-dan-ketahanan-pangan-lokal-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar