Total Jendela Terbuka

Senin, 03 Juni 2013

Jendela Opini

Pengaruh Etika Politik terhadap Perkembangan Peserta Didik
Oleh: Maulana Jayadin

Kondisi perpolitikan Indonesia kini mengalami tantangan yang luar biasa. Belum hilang di benak masyarakat tentang kasus Hambalang yang menyeret nama Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, yang kini belum jelas ujungnya, muncul lagi satu kasus heboh seputar kasus Impor Daging Sapi yang melibatkan Ahmad Fatonah, Mantan Presiden PKS, Lutfi Hasan Ishaq, dan beberapa pimpinan perusahaan daging di Indonesia. Kondisi ini membawa kita pada persepsi pakar politik yang menyatakan bahwa tahun 2013 adalah tahun politik dimana akan ada situasi saling menyandera antarkepentingan politik. Situasi ini diproyeksikan akan semakin memanas seiring mendekatnya pesta demokrasi terbesar di Indonesia pada tanggal 9 April 2014 mendatang.

Kondisi dan situasi bangsa yang seperti ini sudah cukup membuktikan secara klasik bahwa ada penurunan etika politik di negeri ini yang menyeret beberapa elit politik partai tersebut. Terlepas dari benar dan salahnya elit politik yang terlibat, tentu masyarakat tetap harus mengedepankan asas praduga tak bersalah hingga proses hukum telah final. Hanya saja, setiap proses yang berlalu dan akan terjadi pada setiap kasus tersebut perlu diawasi bersama-sama. Sebab, seluruh proses yang terjadi secara akumulatif tersebut tentu memberi dampak yang sistemik terhadap berbagai aspek masyarakat. Mulai dari terbentuknya mindset atau paradigma masyarakat yang negatif (acuh tak acuh) terhadap proses politik hingga dampak sistemik berbagai bidang seperti bidang pemerintahan, hukum, ekonomi, bahkan pendidikan.

Masyarakat tentu perlu menyadari bahwa setiap proses yang telah terjadi selama ini akan menjadi pengamatan setiap elemen masyarakat termasuk mereka yang berstatus sebagai pelajar. Akses berita yang terbuka ini jelas dapat dinikmati dari berbagai media, baik media cetak, elektronik maupun media sosial. Track record yang terbuka lebar ini tentu menjadi presenden buruk yang akan menghiasi perkembangan peserta didik. Paradigma yang burukpun mengancam perkembangan pola pikir mereka apalagi mereka berada pada tahap intelektual yang memiliki daya saring yang kurang baik.

Sebagai bagian dari kesatuan permasalahan bangsa, masyarakat tentu diharapkan memberi perhatian serius terhadap beberapa permasalahan ini, baik tanggung jawabnya sebagai warga negara maupun tanggung jawabnya sebagai kendali politik. Perhatian kita harusnya terpusat pada dua pokok masalah yang sangat penting, yaitu pada masalah penurunan etika politik dan masalah pembentukan karakter peserta didik yang dihiasi buruknya etika politik saat ini.

Pertama, terkait masalah penurunan etika politik. Masyarakat seharusnya lebih cermat dalam memandang setiap gejolak politik yang terjadi. Sebagai suatu objek dan kendali politik, maka selayaknyalah kita mencoba mengkritisi setiap kinerja elit politik baik yang sementara menjabat maupun yang akan mencalonkan diri sebagai calon legislatif mendatang. Sebab, masyarakat selalu terjebak dalam hal-hal yang pragmatis. Pada satu sisi, masyarakat menginginkan sosok elit politik atau sosok pemimpin yang beretika, berintegritas, serta memiliki kompetensi yang memadai. Namun di sisi lain, kecendrungan masyarakat untuk memilih karena serangan fajar, kedekatan personal, bahkan budaya ikut-ikutan masih sangat tinggi. Akibatnya sosok pemimpin yang lahir tidak sesuai harapan tetapi kritikannya juga luar biasa gencarnya.

Hal ini tentu sangat disayangkan. Sebab, apabila masyarakat mau mencoba lebih kritis maka sosok pemimpin yang ideal pasti dapat lahir. Caranya  adalah dengan memberi kriteria atau indikator yang menjadi calon pemimpin ideal yang sesuai dengan masyarakat. Indikator itu dapat berupa cara beretikanya kepada masyarakat, tingkat religiusitas, integritas, kompetensi, atau kesederhanaan yang dimilikinya. Jika ada pemimpin yang tidak sesuai indikator, tentu jangan dipilih agar tidak menjadi beban negara selama lima tahun mendatang.

Kedua, terkait masalah pembentukan karakter peserta didik. Perlu dicermati bahwa dengan begitu mudahnya akses teknologi informasi saat ini, maka peluang untuk mengakses berita tentu dapat lebih cepat. Keadaan ini juga berlaku untuk yang berstatus sebagai pelajar. Hanya saja, bagi peserta didik yang belum memasuki tahap cara berpikir secara dewasa dapat memperoleh informasi yang tidak baik dengan sangat mudah. Apalagi tingkat keingintahuan seorang anak di usia sekolah sangat tinggi. Sehingga dibutuhkan penyaring yang cukup ketat agar informasi yang ditangkap hanyalah informasi yang mereka butuhkan.
Berkaca pada kondisi penurunan etika politik saat ini tentu dapat menjadi pembelajaran politik yang buruk bagi peserta didik. Mereka yang telah disiapkan untuk menjadi generasi penerus bangsa malah menjadi apatis bahkan bersikap stereotype terhadap segala proses terjadi dalam pemerintahan. Dampaknya adalah sikap tersebut dapat menyebabkan turunnya kepercayaan publik (public trust) di masa mendatang. Secara sistematik, dapat pula mengganggu kinerja pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan.

Setidaknya ada beberapa pihak yang harus bertanggung jawab atas keadaan ini, yaitu, orang tua, guru, lingkungan peserta didik, media massa, serta elit politik dan pemerintah. Meskipun tanggung jawabnya ada yang bersifat langsung maupun tidak, tetapi keterpaduannya tetap memberi pengaruh yang cukup penting bagi perkembangan peserta didik.

Pertama, orang tua sebagai penanggung jawab secara langsung diharapkan dapat menjadi penyaring yang paling efektif. Penyaringan informasi, pemberian motivasi dan sugesti positif akan membentuk cara berpikir positif dan kritis kepada anak. Dalam hal ini dapat pula sangat efektif jika menggunakan pendekatan personal kepada anak.

Kedua, guru sebagai pengajar dan pendidik di sekolah. Perannya sebagai pembentuk intelektual dan kepribadian peserta didik menjadikannya sebagai pihak yang juga bertanggung jawab dalam memberikan ilmu positif kepada peserta didik. Guru yang dimaksud tidak hanya guru pendidikan agama, guru pendidikan kewarganegaraan atau guru bimbingan dan konseling semata,  tetapi juga semua guru yang ada di sekolah. Karena setiap perkataan dan perbuatan yang dilakukan oleh setiap guru cenderung mengakar pada taraf inetelektual dan  kepribadian anak.

Ketiga, lingkungan peserta didik. Sebagai konsekuensi tanggung jawab orang tua dan guru maka anak harus diarahkan pada kondisi lingkungan yang kondusif. Informasi yang buruk mampu mencemari pola pikir anak dan dapat menularkannya pada orang lain. Hal ini tidak berarti bahwa orang tua dan guru membatasi dalam hal memilih teman, akan tetapi perlu diawasi setiap performa yang dilakukan sang anak agar tidak tergerus informasi yang buruk.

Keempat, media informasi sebagai pusat informasi masyarakat. Media yang dimaksud adalah media cetak, elektronik, maupun media sosial. Tanggung jawab media saat ini juga termasuk yang paling signifikan dalam era politik masa kini. Penguasaan elit politik pada media tertentu turut menjadi pertanyaan akan bersihnya setiap berita yang dipaparkan. Sebab, saat ini sering sekali bermunculan kritikan seputar ketidakberimbangan media massa dalam memberikan berita yang baik bagi masyarakat. Mulai karena disebabkan oleh penulisan berita yang sangat fatal, ketidakberimbangan pemberitaan, sampai pada penayangan informasi yang tidak layak untuk ditayangkan. Hasilnya, terdapat beberapa berita yang lebih layak disebut infotaintment oleh berbagai kalangan. Ini dapat berdampak krusial bagi masyarakat dan secara khusus bagi peserta didik yang berada pada masa belajar.

Kelima, elit politik dan pemerintah sebagai figur pemimpin bangsa. Sudah menjadi hal yang tidak asing jika elit politik dan pemerintah menjadi figur yang wajib memberi teladan yang baik bagi pembelajaran etika politik di negeri ini. Keberadaannya yang sangat vital di negeri ini akan membuat mereka dengan mudah disoroti oleh media karena hal yang sepele. Sehingga setiap elit politik dan pemerintah wajib memberi contoh yang baik dalam hal integritas, kompetensi, religiusitas, serta etika dan moral dalam setiap aspek kehidupan.
Melalui berbagai pihak tersebut tentu kita mengharapkan lahirnya sosok-sosok peserta didik yang menjadi ikon kebangkitan generasi muda. Mereka yang terlahir dari kondisi yang positif ini diharapkan pula menjadi teladan dalam berpolitik serta menciptakan paradigma yang baik bagi masyarakat tentang dunia politik. Sehingga dengan terjadinya sinergitas yang cukup apik antarelemen masyarakat dan ditunjang oleh kinerja akumulatifnya maka bangsa Indonesia khususnya Sulawesi Tenggara dapat menjadi adil, makmur, dan sejahtera sesuai amanat kemerdekaan Republik Indonesia yang telah dicita-citakan..

Penulis adalah Pengurus
LSIP FKIP Unhalu dan
FLP Kota Kendari