Pengaruh
Etika Politik terhadap Perkembangan Peserta Didik
Oleh:
Maulana Jayadin
Kondisi perpolitikan
Indonesia kini mengalami tantangan yang luar biasa. Belum hilang di benak
masyarakat tentang kasus Hambalang yang menyeret nama Ketua Umum Partai
Demokrat, Anas Urbaningrum, yang kini belum jelas ujungnya, muncul lagi satu
kasus heboh seputar kasus Impor Daging Sapi yang melibatkan Ahmad Fatonah,
Mantan Presiden PKS, Lutfi Hasan Ishaq, dan beberapa pimpinan perusahaan daging
di Indonesia. Kondisi ini membawa kita pada persepsi pakar politik yang
menyatakan bahwa tahun 2013 adalah tahun politik dimana akan ada situasi saling
menyandera antarkepentingan politik. Situasi ini diproyeksikan akan semakin
memanas seiring mendekatnya pesta demokrasi terbesar di Indonesia pada tanggal
9 April 2014 mendatang.
Kondisi dan situasi
bangsa yang seperti ini sudah cukup membuktikan secara klasik bahwa ada
penurunan etika politik di negeri ini yang menyeret beberapa elit politik
partai tersebut. Terlepas dari benar dan salahnya elit politik yang terlibat,
tentu masyarakat tetap harus mengedepankan asas praduga tak bersalah hingga
proses hukum telah final. Hanya saja, setiap proses yang berlalu dan akan
terjadi pada setiap kasus tersebut perlu diawasi bersama-sama. Sebab, seluruh
proses yang terjadi secara akumulatif tersebut tentu memberi dampak yang
sistemik terhadap berbagai aspek masyarakat. Mulai dari terbentuknya mindset atau paradigma masyarakat yang
negatif (acuh tak acuh) terhadap proses politik hingga dampak sistemik berbagai
bidang seperti bidang pemerintahan, hukum, ekonomi, bahkan pendidikan.
Masyarakat tentu perlu
menyadari bahwa setiap proses yang telah terjadi selama ini akan menjadi
pengamatan setiap elemen masyarakat termasuk mereka yang berstatus sebagai
pelajar. Akses berita yang terbuka ini jelas dapat dinikmati dari berbagai
media, baik media cetak, elektronik maupun media sosial. Track record yang terbuka lebar ini tentu menjadi presenden buruk
yang akan menghiasi perkembangan peserta didik. Paradigma yang burukpun
mengancam perkembangan pola pikir mereka apalagi mereka berada pada tahap
intelektual yang memiliki daya saring yang kurang baik.
Sebagai bagian dari
kesatuan permasalahan bangsa, masyarakat tentu diharapkan memberi perhatian
serius terhadap beberapa permasalahan ini, baik tanggung jawabnya sebagai warga
negara maupun tanggung jawabnya sebagai kendali politik. Perhatian kita
harusnya terpusat pada dua pokok masalah yang sangat penting, yaitu pada
masalah penurunan etika politik dan masalah pembentukan karakter peserta didik
yang dihiasi buruknya etika politik saat ini.
Pertama,
terkait masalah penurunan etika politik. Masyarakat seharusnya lebih cermat
dalam memandang setiap gejolak politik yang terjadi. Sebagai suatu objek dan
kendali politik, maka selayaknyalah kita mencoba mengkritisi setiap kinerja
elit politik baik yang sementara menjabat maupun yang akan mencalonkan diri
sebagai calon legislatif mendatang. Sebab, masyarakat selalu terjebak dalam
hal-hal yang pragmatis. Pada satu sisi, masyarakat menginginkan sosok elit
politik atau sosok pemimpin yang beretika, berintegritas, serta memiliki
kompetensi yang memadai. Namun di sisi lain, kecendrungan masyarakat untuk
memilih karena serangan fajar, kedekatan personal, bahkan budaya ikut-ikutan
masih sangat tinggi. Akibatnya sosok pemimpin yang lahir tidak sesuai harapan
tetapi kritikannya juga luar biasa gencarnya.
Hal ini tentu sangat
disayangkan. Sebab, apabila masyarakat mau mencoba lebih kritis maka sosok
pemimpin yang ideal pasti dapat lahir. Caranya
adalah dengan memberi kriteria atau indikator yang menjadi calon
pemimpin ideal yang sesuai dengan masyarakat. Indikator itu dapat berupa cara
beretikanya kepada masyarakat, tingkat religiusitas, integritas, kompetensi,
atau kesederhanaan yang dimilikinya. Jika ada pemimpin yang tidak sesuai
indikator, tentu jangan dipilih agar tidak menjadi beban negara selama lima
tahun mendatang.
Kedua,
terkait
masalah pembentukan karakter peserta didik. Perlu dicermati bahwa dengan begitu
mudahnya akses teknologi informasi saat ini, maka peluang untuk mengakses
berita tentu dapat lebih cepat. Keadaan ini juga berlaku untuk yang berstatus
sebagai pelajar. Hanya saja, bagi peserta didik yang belum memasuki tahap cara
berpikir secara dewasa dapat memperoleh informasi yang tidak baik dengan sangat
mudah. Apalagi tingkat keingintahuan seorang anak di usia sekolah sangat
tinggi. Sehingga dibutuhkan penyaring yang cukup ketat agar informasi yang
ditangkap hanyalah informasi yang mereka butuhkan.
Berkaca pada kondisi
penurunan etika politik saat ini tentu dapat menjadi pembelajaran politik yang
buruk bagi peserta didik. Mereka yang telah disiapkan untuk menjadi generasi
penerus bangsa malah menjadi apatis bahkan bersikap stereotype terhadap segala proses terjadi dalam pemerintahan.
Dampaknya adalah sikap tersebut dapat menyebabkan turunnya kepercayaan publik (public trust) di masa mendatang. Secara
sistematik, dapat pula mengganggu kinerja pemerintah dalam berbagai aspek
kehidupan.
Setidaknya ada beberapa
pihak yang harus bertanggung jawab atas keadaan ini, yaitu, orang tua, guru, lingkungan
peserta didik, media massa, serta elit politik dan pemerintah. Meskipun
tanggung jawabnya ada yang bersifat langsung maupun tidak, tetapi
keterpaduannya tetap memberi pengaruh yang cukup penting bagi perkembangan
peserta didik.
Pertama,
orang
tua sebagai penanggung jawab secara langsung diharapkan dapat menjadi penyaring
yang paling efektif. Penyaringan informasi, pemberian motivasi dan sugesti
positif akan membentuk cara berpikir positif dan kritis kepada anak. Dalam hal
ini dapat pula sangat efektif jika menggunakan pendekatan personal kepada anak.
Kedua,
guru sebagai pengajar dan pendidik di sekolah. Perannya sebagai pembentuk
intelektual dan kepribadian peserta didik menjadikannya sebagai pihak yang juga
bertanggung jawab dalam memberikan ilmu positif kepada peserta didik. Guru yang
dimaksud tidak hanya guru pendidikan agama, guru pendidikan kewarganegaraan
atau guru bimbingan dan konseling semata,
tetapi juga semua guru yang ada di sekolah. Karena setiap perkataan dan
perbuatan yang dilakukan oleh setiap guru cenderung mengakar pada taraf
inetelektual dan kepribadian anak.
Ketiga,
lingkungan peserta didik. Sebagai konsekuensi tanggung jawab orang tua dan guru
maka anak harus diarahkan pada kondisi lingkungan yang kondusif. Informasi yang
buruk mampu mencemari pola pikir anak dan dapat menularkannya pada orang lain.
Hal ini tidak berarti bahwa orang tua dan guru membatasi dalam hal memilih
teman, akan tetapi perlu diawasi setiap performa yang dilakukan sang anak agar
tidak tergerus informasi yang buruk.
Keempat,
media informasi sebagai pusat informasi masyarakat. Media yang dimaksud adalah
media cetak, elektronik, maupun media sosial. Tanggung jawab media saat ini
juga termasuk yang paling signifikan dalam era politik masa kini. Penguasaan
elit politik pada media tertentu turut menjadi pertanyaan akan bersihnya setiap
berita yang dipaparkan. Sebab, saat ini sering sekali bermunculan kritikan
seputar ketidakberimbangan media massa dalam memberikan berita yang baik bagi
masyarakat. Mulai karena disebabkan oleh penulisan berita yang sangat fatal,
ketidakberimbangan pemberitaan, sampai pada penayangan informasi yang tidak
layak untuk ditayangkan. Hasilnya, terdapat beberapa berita yang lebih layak
disebut infotaintment oleh berbagai kalangan. Ini dapat berdampak krusial bagi
masyarakat dan secara khusus bagi peserta didik yang berada pada masa belajar.
Kelima,
elit politik dan pemerintah sebagai figur pemimpin bangsa. Sudah menjadi hal
yang tidak asing jika elit politik dan pemerintah menjadi figur yang wajib
memberi teladan yang baik bagi pembelajaran etika politik di negeri ini.
Keberadaannya yang sangat vital di negeri ini akan membuat mereka dengan mudah
disoroti oleh media karena hal yang sepele. Sehingga setiap elit politik dan
pemerintah wajib memberi contoh yang baik dalam hal integritas, kompetensi,
religiusitas, serta etika dan moral dalam setiap aspek kehidupan.
Melalui berbagai pihak
tersebut tentu kita mengharapkan lahirnya sosok-sosok peserta didik yang
menjadi ikon kebangkitan generasi muda. Mereka yang terlahir dari kondisi yang
positif ini diharapkan pula menjadi teladan dalam berpolitik serta menciptakan
paradigma yang baik bagi masyarakat tentang dunia politik. Sehingga dengan
terjadinya sinergitas yang cukup apik antarelemen masyarakat dan ditunjang oleh
kinerja akumulatifnya maka bangsa Indonesia khususnya Sulawesi Tenggara dapat
menjadi adil, makmur, dan sejahtera sesuai amanat kemerdekaan Republik
Indonesia yang telah dicita-citakan..
Penulis adalah
Pengurus
LSIP FKIP Unhalu
dan
FLP Kota Kendari